Menimbang |
: |
a. |
bahwa dalam rangka meningkatkan peran serta masyarakat dalam
pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri,
perlu mengatur kembali batasan dan tata cara pengenaan Pajak Pertambahan
Nilai atas kegiatan membangun sendiri sebagaimana diatur dalam
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2010 tentang Batasan dan Tata Cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri; |
|
|
b. |
bahwa untuk lebih menjamin rasa keadilan dalam pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai, berdasarkan ketentuan Pasal 8A ayat (2) Undang-Undang
Nomor 8 TAHUN 1983
tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 42 TAHUN 2009 Menteri Keuangan diberikan kewenangan untuk mengatur nilai lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak; |
|
|
c. |
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a,
dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16C Undang-Undang
Nomor 8 TAHUN 1983
tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 42 TAHUN 2009,
perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Batasan dan Tata
Cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri; |
Mengingat |
: |
1. |
Undang-Undang Nomor 6 TAHUN 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999); |
|
|
2. |
Undang-Undang Nomor 8 TAHUN 1983
tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 42 TAHUN 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069); |
|
|
|
|
|
|
|
MEMUTUSKAN: |
Menetapkan |
: |
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG BATASAN DAN TATA CARA PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS KEGIATAN MEMBANGUN SENDIRI. |
|
|
Pasal 1 |
|
|
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: |
|
|
1. |
Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai
Impor, Nilai Ekspor, atau nilai lain yang dipakai sebagai dasar untuk
menghitung pajak yang terutang. |
|
|
2. |
Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak
yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan
dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk
oleh Menteri Keuangan. |
|
|
3. |
Nomor Pokok Wajib Pajak yang selanjutnya disebut dengan NPWP adalah
nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam
administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri
atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban
perpajakannya. |
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 2 |
|
|
(1) |
Atas kegiatan membangun sendiri terutang Pajak Pertambahan Nilai. |
|
|
(2) |
Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terutang
bagi orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri. |
|
|
(3) |
Kegiatan membangun sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
kegiatan membangun bangunan yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha
atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan
sendiri atau digunakan pihak lain. |
|
|
(4) |
Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa satu atau lebih
konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada satu
kesatuan tanah dan/atau perairan dengan kriteria: |
|
|
|
a. |
konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis, dan/atau baja; |
|
|
|
b. |
diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha; dan |
|
|
|
c. |
luas keseluruhan paling sedikit 200m2 (dua ratus meter persegi). |
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 3 |
|
|
(1) |
Pajak Pertambahan Nilai terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
dihitung dengan cara mengalikan tarif 10% (sepuluh persen) dengan Dasar
Pengenaan Pajak. |
|
|
(2) |
Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah 20%
(dua puluh persen) dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang
dibayarkan untuk membangun bangunan, tidak termasuk harga perolehan
tanah. |
|
|
|
|
|
|
Pasal 4 |
|
|
(1) |
Saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun
sendiri dimulai pada saat dibangunnya bangunan sampai dengan bangunan
selesai. |
|
|
(2) |
Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan secara bertahap dianggap
merupakan satu kesatuan kegiatan sepanjang tenggang waktu antara
tahapan-tahapan tersebut tidak lebih dari 2 (dua) tahun. |
|
|
(3) |
Tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri adalah di tempat bangunan tersebut didirikan. |
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 5 |
|
|
Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun
sendiri dilakukan setiap bulan sebesar 10% (sepuluh persen) dikalikan
dengan 20% (puluh persen) dikalikan dengan jumlah biaya yang dikeluarkan
dan/atau yang dibayarkan pada setiap bulannya. |
|
|
|
|
|
|
Pasal 6 |
|
|
(1) |
Dalam hal orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun
sendiri tidak atau kurang menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai terutang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ke kas negara, Direktorat Jenderal
Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar berdasarkan
hasil pemeriksaan atau verifikasi. |
|
|
(2) |
Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan atau verifikasi, orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri: |
|
|
|
a. |
tidak memberikan data atau bukti pendukung biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan; atau |
|
|
|
b. |
memberikan data atau bukti pendukung biaya yang dikeluarkan
dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan, namun tidak benar
atau tidak lengkap, |
|
|
|
jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk
membangun bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2)
ditetapkan secara jabatan oleh Direktur Jenderal Pajak. |
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 7 |
|
|
(1) |
Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 wajib disetor ke kas negara melalui
kantor pos atau bank persepsi paling lama tanggal 15 bulan berikutnya
setelah berakhirnya masa pajak. |
|
|
(2) |
Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai terutang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang
harus diisi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang perpajakan. |
|
|
(3) |
Dalam hal tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja Kantor
Pelayanan Pajak Pratama tempat orang pribadi atau badan yang melakukan
kegiatan membangun sendiri terdaftar, kolom NPWP yang tercanturn pada
Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diisi dengan NPWP
orang pribadi atau badan tersebut. |
|
|
(4) |
Dalam hal tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja Kantor
Pelayanan Pajak Pratama yang berbeda dengan Kantor Pelayanan Pajak
tempat orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun
sendiri terdaftar, Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) diisi dengan ketentuan sebagai berikut: |
|
|
|
a. |
kolom NPWP diisi dengan: |
|
|
|
|
1. |
angka 0 (nol) pada 9 (sembilan) digit pertama; |
|
|
|
|
2. |
angka kode Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya
meliputi tempat bangunan tersebut didirikan pada 3 (tiga) digit
berikutnya; dan |
|
|
|
|
3. |
angka 0 (nol) pada 3 (tiga) digit terakhir. |
|
|
|
b. |
pada kotak "Wajib Pajak/Penyetor" diisi nama dan NPWP orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri. |
|
|
(5) |
Dalam hal orang pribadi yang melakukan kegiatan membangun sendiri
belum memiliki NPWP, Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) diisi dengan ketentuan sebagai berikut: |
|
|
|
a. |
kolom NPWP diisi dengan: |
|
|
|
|
1. |
angka 0 (nol) pada 9 (sembilan) digit pertama; |
|
|
|
|
2. |
angka kode Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya
meliputi tempat bangunan tersebut didirikan pada 3 (tiga) digit
berikutnya; dan |
|
|
|
|
3. |
angka 0 (nol) pada 3 (tiga) digit terakhir. |
|
|
|
b. |
pada kotak "Wajib Pajak/Penyetor" diisi nama dan alamat orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri. |
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 8 |
|
|
(1) |
Orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri
wajib melaporkan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai terutang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang
wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan didirikan dengan mempergunakan
lembar ketiga Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (2), paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa
pajak. |
|
|
(2) |
Dalam hal orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun
sendiri telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan tempat
bangunan didirikan berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak
Pratama tempat orang pribadi atau badan tersebut terdaftar, orang
pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri wajib
melaporkan kegiatan membangun sendiri dalam Surat Pemberitahuan Masa
Pajak Pertambahan Nilai dengan melampirkan lembar ketiga Surat Setoran
Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2). |
|
|
(3) |
Dalam hal orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun
sendiri telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan tempat
bangunan didirikan berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak
Pratama yang berbeda dengan Kantor Pelayanan Pajak tempat orang pribadi
atau badan tersebut terdaftar, orang pribadi atau badan yang melakukan
kegiatan membangun sendiri selain wajib melaporkan penyetoran Pajak
Pertambahan Nilai terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
melaporkan kegiatan membangun sendiri dalam Surat Pernberitahuan Masa
Pajak Pertambahan Nilai dengan melampirkan fotokopi lembar ketiga Surat
Setoran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2). |
|
|
(4) |
Dalam hal Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dan ayat (3) terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Madya, Kantor Pelayanan
Pajak di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib
Pajak Besar, atau Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, Pengusaha Kena Pajak tersebut
selain wajib melaporkan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai terutang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib melaporkan kegiatan membangun
sendiri dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan
melampirkan fotokopi lembar ketiga Surat Setoran Pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2). |
|
|
|
|
|
|
Pasal 9 |
|
|
(1) |
Dalam hal orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun
sendiri tidak melakukan, kewajiban penyetoran Pajak Pertambahan Nilai
terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dan/atau kewajiban
pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), Kepala Kantor
Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan
didirikan atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak
terdaftar dapat mengeluarkan surat teguran sesuai contoh format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
|
|
(2) |
Dalam hal orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun
sendiri telah melakukan penyetoran atau pelaporan Pajak Pertambahan
Nilai atas kegiatan membangun sendiri namun berdasarkan data yang
dimiliki dan diperoleh oleh Direktorat Jenderal Pajak diyakini terdapat
indikasi penyetoran atau pelaporan yang tidak wajar, Kepala Kantor
Pelayanan Pajak Pratama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
menerbitkan surat himbauan sesuai contoh format sebagaimana tercantum
dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini. |
|
|
(3) |
Apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak
diterbitkannya surat teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau
surat himbauan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), orang pribadi atau
badan belum rnenyetor dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai terutang
atas kegiatan membangun sendiri, Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama
yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan didirikan dapat melakukan
verifikasi atau pemeriksaan untuk menetapkan besarnya Pajak Pertambahan
Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri tersebut. |
|
|
(4) |
Berdasarkan hasil verifikasi atau pemeriksaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan surat ketetapan
pajak atas kegiatan membangun sendiri. |
|
|
(5) |
Dalam hal orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun
sendiri belum memiliki NPWP, Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama
secara jabatan menerbitkan NPWP sesuai ketentuan perundang-undangan di
bidang perpajakan. |
|
|
(6) |
Dalam hal orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun
sendiri telah memiliki NPWP namun berbeda dengan tempat bangunan
didirikan, Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama secara jabatan
menerbitkan NPWP sebagai cabang sesuai ketentuan perundang-undangan di
bidang perpajakan. |
|
|
|
|
|
|
Pasal 10 |
|
|
Pajak Masukan yang dibayar sehubungan dengan kegiatan membangun sendiri tidak dapat dikreditkan. |
|
|
|
|
|
Pasal 11 |
|
|
Tata cara penetapan secata jabatan. sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6 ayat (2), diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak. |
|
|
|
|
|
Pasal 12 |
|
|
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku: |
|
|
(1) |
kegiatan membangun sendiri yang telah dimulai sebelum berlakunya
Peraturan Menteri ini sesuai jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (1) dan belum selesai pembangunannya pada saat Peraturan
Menteri Keuangan ini mulai berlaku, termasuk kegiatan membangun sendiri
yang dilakukan secara bertahap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat
(2), dikenakan Pajak Pertambahan Nilai berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 39/PMK.03/2010 tentang Batasan dan Tata Cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri. |
|
|
(2) |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2010
tentang Batasan dan Tata Cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas
Kegiatan Membangun Sendiri, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. |
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 13 |
|
|
Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan. |
|
|
|
|
|
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia | | |